Gutel adalah salah satu kudapan tradisional dari Tanoh Gayo. Bahan baku pembuatan Gutel antara lain: beras (oros), kelapa (keramil), garam (poa), dan air (wih). Kudapan berbentuk lonjong ini dibuat dengan cara yang sederhana. Gutel dibuat dengan merendam beras, kemudian beras itu ditumbuk sekalian dengan daging kelapa dan garam serta diberikan sedikit air kelapa (bisa juga menggunakan air).
Atas alasan praktis, sekarang sudah banyak orang yang menggunakan tepung beras dan kelapa kukur lalu dicampur garam, gula (biasanya gula pasir atau aren) dan air. Setelah semua bahan dicampurkan, adonan kemudian dikepal. Selanjutnya digulung dengan daun pandan sebagai pewangi dan tiap gulungan diisi dengan dua buah gutel. Gutel dikukus sebentar lalu siap disajikan.
Gutel dapat memberikan efek kenyang yang lama. Makanan ini tentu sangat cocok dikonsumsi di wilayah dingin yang membuat orang cepat lapar seperti di dataran tinggi Gayo. Di sana, Gutel digunakan sebagai penganan khas pada saat musim bersawah. Karena makanan tahan lama yang bertahan hingga 1 bulan, siap saji dan mudah dibawa, Gutel kerap sebagai bekal perjalanan jauh ke tengah hutan untuk keperluan membuka lahan perkebunan (muger), berburu (ngaro), mencari kayu candan (cendana), rotan, madu dan hasil hutan lainnya yang butuh waktu hingga beberapa hari. Masyarakat memakan gutel sebagai pengganjal lapar hingga tiba waktunya nanti makan nasi.
Pada masa orang Gayo belum mengenal kenderaan bermotor, mereka yang melakukan perjalanan ke pesisir atau ke tempat lain yang melintasi hutan juga dibekali Gutel. Termasuk saat berperang gerilya melawan penjajah Belanda dan Jepang, gerilyawan seperti Aman Dimot yang berperang menghalau tentara Belanda di Kaban Jahe Sumatera Utara dibekali gutel berkaleng-kaleng. Juga ketika pemberontakan DI/TII terjadi di Aceh, pasukan yang dipimpin Tgk. Ilyas Leube yang bergerilya keluar masuk hutan kerap dibekali Gutel oleh keluarga dan warga kampung yang dilintasi dengan memberikan Gutel.
Gutel seperti halnya kudapan khas Gayo lainnya Lepat, menjadi barang paling berharga di medan perjuangan, bukan hanya karena penyangga lapar tapi ada jawaban kerinduan terhadap keluarga dekat. Bekas kepalan tangan sang pembuat terutama ibu, istri dan kerabat perempuan lainnya membuat hati sang anak terbakar kerinduan ingin pulang.
Saat ini Gutel masih dihidangkan sebagai makanan di berbagai kesempatan, baik di upacara adat maupun di acara yang bersifat keagamaan. Rasanya yang nikmat menjadikan Gutel kudapan yang pas untuk menemani saat minum kopi. Tidak heran jika Gutel banyak ditemukan tersaji di warung dan kafe-kafe penyedia kopi Gayo.
Untuk menjaga eksistensi makanan ini, di acara-acara tertentu di pemerintahan Gutel dihidangkan untuk para tamu dan peserta. Banyak juga bermunculan di media sosial promosi penjualan kudapan Gayo termasuk Gutel di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah.
Sebagai makanan tradisional suku bangsa Gayo, Gutel memiliki nilai-nilai filosofis di balik kehadirannya di kehidupan sehari-hari. Makanan ini melambangkan nilai kasih sayang dari pembuatnya, ditunjukkan dari cara pembuatannya yaitu ikemul (digumpalkan dengan tangan sekuat-kuatnya).
Nilai semangat juga terkandung dalam makanan ini. Gutel menjadi energi tersendiri bagi yang mengonsumsi, karena Gutel adalah bentuk dukungan dari yang mempersiapkan bekal agar yang memakan bersemangat dalam beraktivitas sehari-hari. Terakhir, Gutel memiliki nilai-nilai perjuangan, hal ini terbukti karena gutel adalah bekal para pejuang dalam berperang memperjuangkan kemerdekaan dan membela tanah air.
Seiring waktu, Gutel mulai kurang diminati oleh generasi muda. Kalangan ini lebih memilih mengonsumsi makanan luar yang lebih populer tetapi belum tentu sehat. Ada anggapan bahwa Gutel adalah makanan orang pada zaman dahulu dan tidak lagi sesuai dengan mereka yang hidup di dunia modern. Oleh karena itu, kepedulian masyarakat Gayo sangat dibutuhkan dalam menjaga eksistensi makanan ini dengan terus memperkenalkan Gutel beserta nilai-nilai yang terdapat di dalamnya di setiap kesempatan.
Gutel sesungguhnya adalah warisan indatu urang Gayo kepada generasi selanjutnya. Mereka mewariskan pengetahuan tradisional dalam mengolah apa yang ada di sekitar menjadi makanan yang sesuai dengan kondisi tempat tinggal dan aktivitas masyarakatnya. Sudah seharusnya Gutel terus dilestarikan, karena bila tidak, ia akan hilang membawa serta nilai dah kisah yang terdapat di dalamnya.
Source : Warisan Budaya Tak Benda Indonesia