Kisah Lada Sicupak Jadi Prolog Lahirnya Theme Song PKA ke-8

0
188

KISAH “Lada Sicupak” yang menjadi alat diplomasi Kerajaan Aceh saat meminta bala bantuan kepada Kerajaan Turki Usmani menjadi prolog lahirnya theme song Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8.

Pada abad ke-17, lada menjadi komoditas unggulan dan primadona para pedagang dari berbagai dunia di Selat Malaka dan Semenanjung Melayu. Bahkan, dalam narasi-narasi sejarah ditegaskan, lada pernah menjadi alat diplomasi Kerajaan Aceh dalam mendatangkan bala bantuan dari negara luar untuk menumpas penjajah.

Kisah sejarah yang dikenal dengan narasi ‘Lada Sicupak’ tersebut terjadi saat Kerajaan Aceh dimpimpin oleh seorang sultan yang bergelar Al-Kahar. Ia adalah Sultan Alauddin Ri’ayat Syah (1537-1571).

Selama memerintah, Sultan Alauddin Ri’ayat Syah memprioritaskan perdagangan dan jaminan keselamatan. Kecuali itu, Ia juga terus melancarkan serangan untuk menumpas Portugis yang menguasai Selat Malaka. Selat Malaka yang terletak di ujung utara Pulau Sumatra merupakan pintu gerbang yang menghubungkan Nusantara dengan dunia luar.

Di sana, para pedagang dari berbagai dunia menjajakan berbagai barang, rempah, emas, dan produk unggulan lainnya dari masing-masing negara. Komoditas perdagangan yang menjadi primadona saat itu adalah lada, kapur barus, kemenyan, dan emas yang memiliki nilai tinggi di pasar Eropa.

Konon, siapapun yang berhasil menguasai Selat Malaka artinya menguasai perdagangan dan wilayah-wilayah di sekitar selat. Portugis yang saat itu telah menguasai Selat Malaka dianggap sebagai sebuah ancaman oleh Sultan Al-Kahar.

Dalam sejarah tertulis, ketika Portugis merampas Malaka pada tahun 1511 dan memonopoli perdagangan laut, para pedagang dari India, Cina, dan Arab memindahkan pusat perdagangan ke wilayah lain, salah satunya adalah Aceh. Seketikan, Pelabuhan Aceh Darussalam menggantikan Pelabuhan Malaka. Pusat perdagangan pun berpindah.

Saat itulah Aceh mengalami era kejayaan dan tercatat dalam peta perdagangan global. Bersamaan dengan itu, Aceh disebut sebagai titik Jalur Rempah Nusantara karena menjadi kawasan yang kerap disinggahi berbagai kapal dari tiap penjuru mata angin.

Seiring dikenalnya Aceh sebagai kawasan jalur rempah, komoditas lada pun menjadi komoditas primadona di Aceh. Bahkan lada menjadi alat diplomasi Kerajaan Aceh saat meminta bala bantuan kepada Kerajaan Turki Utsmani untuk mengusir Portugis di Selat Malaka dan kawasan Nusantara.

Kesultanan Turki Usmani adalah kerajaan yang dipilih Sultan Alauddin Ri’ayat Syah untuk meminta bala bantuan tersebut. Sultan Al-Kahar mengirim utusan dan membawakan sejumlah hadiah untuk Sultan di Kerajaan Turki Usmani.

Salah satu hadiah yang dibawakan adalah lada. Namun sang utusan hanya bisa menyerahkan lada sicupak kepada sang Sultan karena lada yang dibawa habis selama perjalanan dari Aceh ke Tukri.

Utusan Aceh yang sampai di istana Kesultanan Turki Utsmani, disambut dengan baik dan Sultan Sulaiman kala itu bersedia membantu Kesultanan Aceh. Ia kemudian menghadiahi Sultan Aceh sebuah meriam yang diberi nama meriam sicupak. Pemberian nama ini tidak terlepas dari jumlah lada sebagai bingkisan yang dibawakan oleh sang utusan.

Dari berbagai sumber disebutkan, utusan Kesultanan Aceh yang dikirim ke Turki menempuh perjalanan laut selama 2 tahun. Sebuah surat yang berasal dari Sultan Selim II bertanggal 16 Rabiulawal 975H (20 September 1567) berisi penyambutan positif Sultan Turki Utsmani terhadap utusan Aceh yang bernama Husin. []

Baca juga: Theme Song PKA ke-8 “Piasan Nanggroe” Diluncurkan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini