More

    5 Pilar Jalur Rempah Nusantara

    BANDA ACEH – Keberadaan rempah tidak semata-mata hanya komoditas berbentuk cengkeh, kayu manis, lada, dan pala sebagai bahan mentah, tetapi rempah-rempah sudah menjadi produk lain sebagai alat diplomasi.

    Sebagaimana diketahui, rempah-rempah bertransformasi ke dalam lima pilar, meliputi karya seni, kuliner, ramuan, historia, dan fashion.

    Melalui lima pilar inilah hubungan yang bersifat bilateral maupun multilateral bisa terbina.

    1. Karya Seni dan Budaya

    Jalur rempah sebagai warisan berharga milik Indonesia, sejatinya tidak bisa hanya dimaknai sebagai barang antik yang bersifat kaku. Dalam konteks hari ini, kini bertransformasi dan ikut ambil bagian dalam medium-medium seni yang baru, salah satunya visual yang menawarkan cerita, yaitu karya seni dan budaya.

    Warisan budaya Indonesia bersifat kebendaan yaitu segala sesuatu benda yang terlihat atau dapat disentuh, atau dikenal dengan Cagar Budaya dan yang tak benda bersifat abstrak seperti bahasa, musik, atau tradisi.

    Selain sebagai bumbu maupun obat-obatan, rempah-rempah juga memiliki bentuk yang unik serta memiliki warna-warna yang menarik. Banyaknya jenis dan memiliki bentuk yang beragam dan unik, sehingga rempah-rempah sangat cocok dijadikan sebagai sumber ide penciptaan karya seni di bidang perfilman, music dan media baru.

    2. Makanan Khas Berbumbu Rempah

    Bermula dari ketersediaan bahan rempah yang melimpah di Nusantara, dari waktu ke waktu masih memanfaatkan warisan pengetahuan dan resep luhur dalam memproduksi aneka makanan dan minuman untuk dikonsumsi sendiri hingga dijual bebas di pasaran.

    Relasi harmonis manusia dengan kekayaan alam seperti rempah rempah mendorong tumbuhnya daya kreatif untuk bereksperimen di dapur.

    Dalam proses memasak orang-orang Nusantara klasik tentu mengetahui berbagai jenis rempah, mulai asam, bawang merah, bawang putih, jahe, hades, kecombrang, kemangi, kemiri, kencur, ketumbar, kunyit, lengkuas, lombok, lombok rawit, seledri, serai, temu kunci, temu lawak, dan lainnya.

    Lahirnya berbagai makanan dan minuman tradisional tentu diawali dengan tahapan uji coba serta pemanfaatan bahan lokal secara maksimal.

    Misi perdagangan bangsa-bangsa Eropa dalam mencari rempah-rempah disertai pula dengan pertukaran berbagai jenis komoditas pangan. Cabai adalah salah satu dari beragam jenis komoditas pangan lintas benua yang berlabuh di kota-kota pelabuhan Nusantara dan diperdagangkan di pasar-pasar.

    Masih banyak aneka jenis sambal di Indonesia yang mencerminkan keharmonian cabai ketika berpadu dengan beragam bahan khas di masing-masing daerah.

    3. Ramuan/ Obat-Obatan atau Herbal

    Kegiatan perdagangan dengan bangsa asing menyebabkan nusantara terkenal sebagai penghasil rempah. Beberapa rempah marak digunakan oleh masyarakat Indonesia seperti kunit, jahe, dan kencur yang di olah menjadi ramuan jamu atau obat-obatan.

    Pengolahan bahan dasar alami rempah menjadi obat tradisional yang memberikan pengaruh positif terhadap tubuh. Salah satu contoh yang dapat diambil, yaitu dari rempah kunyit. Sebagai pilihan rempah serbaguna, kunyit mengandung senyawa untuk mengatasi serangan jantung hingga gangguan mental seperti depresi.

    Konsumsi rempah-rempah dalam bentuk jamu atau sebagainya bukan hanya semata-mata untuk mendapatkan daya tahan tubuh yang baik. Namun, jika dilihat dari sisi lain, rempah-rempah dalam olahan jamu tersebut mengingatkan kita kembali akan filosofinya.

    Rempah-rempah bukan hanya sebagai pengobatan di kala pandemi, tetapi juga sebagai salah satu cara untuk mempertahankan tradisi, warisan budaya, dan kearifan lokal bangsa Indonesia.

    Rempah sebagai bahan jamu (pengobatan): ditemukan antara lain dalam naskah-naskah kuno Jawa, Bali, Sunda, Melayu, dll. Umpamanya dalam naskah: Centini, rajah jampi jawi, primbon, usada keling, Kitab Tibb, dll Rempah-rempah yang digunakan untuk pengobatan jahe, temulawak, kunyit, adas, kayu manis, rasamala, kayunkasturi, kayu masoyi, jinten, merica (lada), kencur, pala, dll.

    4. Historia

    Perkembangan rempah-rempah merupakan komoditi utama yang pengaruhnya paling besar dalam menentukan perkem- bangan sejarah di Indonesia. Sebagai daerah asal tanaman cengkih dan pala, Kepulauan Indonesia dikenal di dunia sebagai akibat dari kegiatan perdagangan kedua komoditi tersebut.

    Cengkih, pala, dan kemudian juga lada, merupakan mata dagangan yang menjadi wahana interaksi diantara berbagai etnik di Indonesia. Melalui kegiatan perdagangan rempah-rempah tidak hanya terjadi pertukaran barang dalam konteks ekonomi, tetapi juga penyebaran agama, pertukaran nilai-nilai, dan peningkatan saling memahami.

    Perdagangan rempah- rempah dan juga komoditi lainnya menjadi sarana awal integrasi diantara berbagai kelompok masyarakat yang manifestasi awalnya dalam bentuk penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa perdagangan dan lingua franca atau bahasa penghubung dan pergaulan.

    Indonesia menjadi salah satu faktor penting yang mendorong terjadinya perubahan besar di dunia, terutama sejak era penjelajahan samudera oleh bangsa-bangsa Eropa pada abad ke-15. Dalam upaya mencari daerah penghasil rempah-rempah, bangsa-bangsa di Eropa melakukan penjelajahan ke berbagai penjuru dunia yang menjadi titik tolak awal globalisasi seperti yang dikenal sekarang.

    Melalui perdagangan rempah-rempah, berbagai belahan dunia mulai terhubung antara satu dengan yang lain. Sejak meningkatnya permintaan pasar dunia akan komoditi rempah-rempah dunia semakin menyatu dan sejarah yang terjadi dalam satu masyarakat mulai dilihat sebagai bagian dari perkembangan sejarah global.

    Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rempah-rempah merupakan salah satu wahana yang mengawali terjadinya integrasi antara berbagai masyarakat di Indonesia dan rempah-tempah pula yang menjadi Salah satu faktor pendorong terbentuknya fenomena globalisasi.

    5. Wastra/Craft /Fashion

    Rempah memiliki bebauan dan rasa yang menyengat sebagai penyedap masakan. Selain itu ada beberapa rempah yang terkait dengan bahan baku pewarnaan, sehingga terhubung dekat dengan wastra yang pewarnaannya menggunakan bahan alami, dan semenjak awal abad 20 digantikan oleh pewarna kimia (Rini, 2011)

    Wastra adalah istilah yang digunakan untuk menamai kain tradisional Indonesia yang jenisnya beragam. Masing-masing wastra memiliki kekhasan dan keunikan dalam ­loso­ budaya maupun proses pembuatannya.

    Hingga kini wastra masih banyak digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam ritual tradisi dan budaya maupun seremonial resmi kenegaraan. Mengaitkan wastra dan rempah sebagai bagian dari simbol peninggalan kejayaan masa lalu.

    Fashion merupakan hal yang mencakup busana, aksesoris, dan miliniaris. Fashion merupakan salah satu industri kreatif yang sangat berkembang setiap tahunnya, fashion dapat di

    kreasikan salah satunya dengan rempah yang ada di Indonesia yaitu rempah Serai wangi yang dimanfaatkan untuk diambil minyak Atsiri nya. Selain bermanfaat untuk diambil minyak Atsiri nya, limbah dari Serai wangi ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan produk fashion atau kain Nusantara khas Indonesia.[]

    Latest articles

    Baca Juga