
BANDA ACEH – Zuhrawati duduk bersila di bawah pondok kecil beralaskan tikar di sudut anjungan Kabupaten Aceh Timur. Sesekali dia merapikan beberapa produk makanan yang tertata di atas rak dan meja.
Dalam pondok itu Zuhrawati ditemani seorang temannya. Mereka tampak sibuk membereskan beberapa bungkusan makanan, sembari melayani pengunjung dan pembeli.
“Singgah kak, itu produk khas dari kampung kami, itu juga ada foto-foto sejarahnya,” kata Zuhrawati melayani pengunjung sembari menunjuk gambar kereta api yang pernah berjaya di daerahnya.
Senin sore 6 November 2023, Zuhrawati bertugas menjaga stand kuliner yang menampilkan ragam produk makanan khas dari Aceh Timur, dalam rangka memeriahkan Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8 yang berlangsung di Sulthanah Ratu Safiatuddin.
Salah satu produk kuliner khas yang menjadi unggulan dari Aceh Timur adalah pisang sale. Kudapan warisan nenek moyang yang penuh dengan kisah sejarah dan masih bertahan hingga saat ini.
Zuhrawati mengatakan, pisang sale khas Aceh Timur sudah tercatat dan memiliki sertifikat dari Kemenkumham sebagai kekayaan intelektual komunal pengetahuan tradisional.
Bahkan, juga telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim.
Di Aceh Timur sendiri selain menjadi oleh-oleh khas, pisang sale adalah makanan ringan masyarakat yang disuguhkan kepada para tamu saat berkunjung ke rumah.
Zuhrawati menceritakan, pisang sale di Aceh Timur sudah ada sejak zaman Kereta Api (KA) masih hidup dan beroperasi di sana. Geliat penjualan pisang sale berpusat di Ibu Kota Kecamatan Simpang Ulim.

Melalui transportasi KA, para pedagang membawa ke Panton Labu yakni Ibu Kota Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara. Kala itu, pisang sale dijual dalam kemasan tradisional dibalut dengan daun pisang kering (oen kerusong).
Pada saat perang Aceh melawan penjajah Belanda, pisang sale juga dijadikan bekal makanan oleh para pejuang di sana. Lewat masa kolonialisme itu, pisang sale terus berkembang hingga menjadi makanan pokok bagi jemaah haji saat dalam perjalanan menuju ke Tanah Suci menggunakan kapal laut.
“Jadi pisang sale ini sudah ada dari zaman dahulu masa KA masih hidup. Pada abad ke-15 masa Portugis datang hingga Belanda, pisang sale memang sudah dijual oleh masyarakat Aceh Timur,” kata Ketua Promosi Dekranas Aceh Timur tersebut.
“Pisang sale ini pertama terkenalnya di Panton Labu, waktu itu kereta api jalan dari Banda Aceh, Aceh Utara, dan berhenti di Panton Labu. Kala itu, warga di sana menjual pisang sale,” lanjutnya.
Sementara di Kecamatan Simpang Ulim, kata Zuhrawati, hampir semua desa di sana warganya menanam pisang awak atau disebut pisang wak dalam bahasa Aceh. Semua pisang sale tersebut diolah dari pisang wak bukan dari jenis pisang lainnya.
“Bagi kita masyarakat Aceh sendiri, pisang wak sudah dikenal dan menjadi tradisi sebagai makanan bayi. Anak-anak Aceh zaman dulu ketika baru lahir umur empat bulan sudah dikasih pisang wak, maka anaknya kuat,” ucap Zuhrawati tersenyum.
Proses pembuatannya sendiri, tutur Zuhrawati, memakan waktu sampai lima hari mulai dari pembakaran, pengasapan, diletakkan ke atas kayu pilihan, hingga pemanasan agar warna pisang jadi merah kecoklatan dan menciptakan aroma khas pisang sale.
“Masyarakat Aceh Timur memang tidak jauh dan sangat berdampingan dengan pisang wak (pisang sale). Sudah tradisi dari nenek moyang kami men-salekan pisang, jadi setiap rumah itu ada men-salekan pisang,” ungkapnya.
Seiring perkembangan waktu dan hadirnya beragam karya kuliner modern, pisang sale sampai saat ini masih tetap bertahan dan terus diproduksi. Bahkan, agar tidak ketinggalan zaman mereka menciptakan varian-varian baru dari pisang sale tersebut.
“Untuk sekarang pisang sale ada yang sudah kita variankan, karena anak-anak milenial tidak mau model pisang sale seperti biasa, jadi kami bikinlah dessert pisang sale, minuman sule (susu pisang sale), dan brownies pisang sale,” sebutnya.
Selama perhelatan PKA berlangsung, kata Zuhrawati, dari sejumlah produk kuliner yang mereka pamerkan, pisang sale varian terbaru itu banyak diminati pengunjung.
“Pisang sale varian terbaru sangat laris dan habis terjual. Alhamdulillah banyak yang suka, makanya kuliner pisang sale ini harus tetap kita pertahankan,” tutupnya. MC/BBR/Alfath